Ayah, tadi siang aku menyempatkan diri untuk menonton Alice in Wonderland. Aku ingat sedikit mengenai kenangan kita akan film itu. Aku ingat menontonnya ketika umurku empat tahun, kita teriak kegirangan saat Alice mengalahkan Jabberwock dan tertawa saat Hatter menari Futterwacken. Tapi yang membuatku menonton ulang film itu karena aku ingat percakapanku dengan Allan beberapa waktu sebelum kami berpisah.
“Menurutmu, apa Ratu Merah adalah orang jahat?” aku bertanya padanya. Waktu itu aku asal saja, tidak memikirkan kemungkinan Allan sudah menonton film itu atau belum. Untungnya sudah, lalu dia menjawab:
“Dia tidak jahat, dia hanya mencoba bertahan hidup,” Allan menghela nafas sebentar. “Manusia kadang tidak memikirkan perasaan orang lain. Terkadang dengan mudahnya mereka menyebutkan kekurangan yang dimiliki orang tersebut, memakinya, mengucilkannya. Setelah akhirnya orang itu mencoba bertahan dengan caranya yang berbeda, dia akan dianggap gila. Dia akan dianggap jahat, bahkan berbahaya. Padahal, yang dia lakukan hanya, bertahan hidup.”
“Dia hanya mencoba bertahan,” aku mengulangi perkataannya.
“Ya, karena hidup memang tidak adil untuk beberapa manusia.”
Ada kebingungan di dunia ini untuk membedakan antara baik dan benar. Seperti saat orang lain meminta maaf kepada orang yang telah dia sakiti. Orang itu bisa jadi baik karena dia bersedia meminta maaf dan menyelesaikan masalahnya dengan orang lain. Namun, apakah orang yang dimintai maaf merasa lega atau malah membuka luka yang membuat dirinya tambah sakit? Orang yang meminta maaf tidak tahu.
Tapi, apa itu salah mereka yang meminta maaf, Ayah? Kurasa tidak juga. Jika dipikir, orang yang dimintai maaf juga punya kesempatan untuk bilang kalau dia tidak merasa lega sama sekali. Kalaupun orang yang disakiti sudah bilang dan orang itu tetap meminta maaf, aku juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka. Mungkin mereka melakukan itu untuk bertahan, seperti kata Allan. Bertahan dengan rasa lega karena sudah meminta maaf.
—
Bicara lagi tentang Allan, selama hidupnya, Allan selalu punya pandangan lain terhadap sesuatu. Dia memikirkan suatu masalah secara mendalam dan tidak pernah menganggap remeh.
Suatu hari, aku bertanya padanya, “Jika seseorang berkata padamu kalau dia ingin bunuh diri, apa yang akan kamu katakan?” Aku menatapnya lekat lekat. Mata coklatnya selalu terlihat terang saat tersinari matahari.
“Aku akan berkata; apa yang bisa kubantu?” Allan menjawabku tanpa berpaling. Dia sedang memerhatikan anak kecil yang menangis karena dimarahi ibunya di seberang jalan. “Orang yang ingin bunuh diri tidak akan bilang. Itu hanya cara mereka meminta bantuan.”
Aku diam, tidak menjawab dan malah ikut memerhatikan anak kecil yang sama.
“Walau begitu, kita tidak boleh menganggap remeh perkataannya. Karena jika begitu, mereka akan benar-benar membiarkan dirinya mati untuk meledek kita,” tawa renyah Allan seperti biasa terdengar juga. Tidak terasa aku pun ikut tersenyum melihatnya. Mendengar tawanya seperti candu, Ayah. Menyenangkan sekali.
“Kurasa itu tidak lucu,” aku memotong candaan kami. “Walaupun menertawakan kehidupan sesekali bukan hal buruk juga. Karena kamu tahu, kadang dunia ini memang lucu sekali…”
“Dan menghibur,” tambah Allan.
—
Ada satu lagi percakapan tentang ‘benar’ dengan Allan yang kuingat. Ini mungkin adalah satu-satunya percakapan yang membuat aku melihat Allan bersedih. Entahlah, Ayah. Aku tidak benar-benar tahu apa yang saat itu Allan rasakan, karena dia adalah orang yang sulit sekali ditebak. Namun aku sudah merasa sangat mengenalnya, sampai bisa melihat kesedihan dari matanya.
“Apa sih, benar itu?” tanyaku.
“Apa itu benar,” dia mengerutkan wajahnya sebentar, lalu membuang nafasnya dengan berat, “pertanyaan yang mengusik ribuan orang sejak berabad abad lalu. Maka carilah dan percaya. Tapi bukan itu yang paling penting, yang paling penting adalah apakah kita ingin mengetahui kebenaran yang mungkin menyakitkan itu atau bertahan dengan ilusi yang kita miliki sekarang. Apakah kita berani merasakan sakit dan kehilangan orang-orang yang kita cintai demi kebenaran itu.
“Entah kita mati sebagai pahlawan atau hidup terlalu lama hingga menjadi iblis,” kali ini dia tersenyum sedikit. “Percaya pada apa yang kau anggap benar meski kau harus melawan seluruh dunia sendirian. Guru Plato, Sochretes dihukum mati oleh pemerintah Athena karena mengganggu ketentraman publik oleh pandangannya. Galileo Galilei diasingkan oleh vatikan karena menyalahi perintah Tuhan dengan berkata bumi itu bulat dan matahari adalah pusat alam semesta.”
Setelah menyelesaikan kalimatnya, saar itulah terpancar raut sedih di wajah Allan. Aku tidak berani untuk bertanya, karena dia tidak pernah terlihat sesedih itu sebelumnya.
“Gill, bagaimana rasanya ditinggalkan?” dia menghela nafas, mungkin sadar kalau aku terkejut dan dia merasa agak tidak enak, sebelum aku siap menjawab, dia sudah melanjutkan, “maksudku, aku tidak pernah merasa ditinggalkan, Gill. Sejak dulu selalu aku yang pergi duluan. Aku hanya penasaran bagaimana rasanya.”
“Hampa, Allan. Awalnya aku tidak menyangka kalau aku sudah ditinggalkan. Hanya ada perasaan hampa untuk beberapa waktu. Biasanya, rasa sakitnya akan muncul ketika aku mengingat kembali orang yang telah pergi.”
“Kalau pada akhirnya, aku yang pergi lebih dulu, kuharap kamu tidak bersedih, Gill.”
“Memang kamu mau kemana?”
“Tidak kemana-mana. Aku hanya ingin di sini sedikit lebih lama.”
“Lalu?”
“Aku biarkan dunia yang membawaku entah kemana..”
BAGIAN
Sambutan penulis untuk calon pembaca yang budiman.
Ketika bertemu cinta yang sebenarnya; Manusia akan merasakan tenang dan bahagia.
Ngomong ngomong tentang aku, seberapa banyak yang kamu tau?
“Punya keluarga belum tentu punya siapa siapa,”
Setelah itu baru aku sadar bahwa dunia terlihat sangat menakutkan ketika kita benar-benar sendirian.
“Kita sama sama meluangkan waktu untuk bersiap dan merias diri, lalu sama sama meluangkan waktu untuk pergi kesini. Tindakan kita memiliki arti.”
“Aku tidak percaya cinta,” Ya, sama.
Manusia kadang merasa kecil. Merasa tidak ada hal yang diketahuinya. Merasa jauh dengan dunianya. Merasa bukan siapa siapa, dan tidak punya siapa siapa.
“Aku lebih suka kita berteman, teman akan saling menyayangi karena ingin begitu, bukan harus begitu. Kita memilih untuk menjadi teman.”
“Ya, karena hidup memang tidak adil untuk beberapa manusia.”
Mengapa aku tidak tahu sebelumnya, bahwa ada begitu banyak hal indah di dunia.
“Tapi yang paling aku pahami dari semua itu adalah: Aku bertumbuh.”
Padahal, tidak usah bertanya, karena aku sudah tahu jawaban lelaki itu pasti, aku baik-baik saja kok. Padahal, tidak usah bertanya, karena sebenarnya aku tahu kalau lelaki itu tidak begitu baik-baik saja.
“Aku adalah Ratu Merah yang sudah dikalahkan dunia, dan kamu adalah Aliceku.”
Untuk; Allan