Catatan Kecil Seorang Sheila
Tulisan ini didedikasikan kepada penulis novel Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil, Torey Hayden. Cerpen ini merupakan karya penulis yang menggunakan sudut pandang Sheila. Ini merupakan rasa terima kasih penulis karena beliau sudah merubah hidup penulis karena karyanya.
Beberapa penggalan dari cerita ini merupakan kutipan dari novel tersebut.
Selamat membaca 🙂
**
Mereka semua berdatangan
Mereka mencoba membuatku tertawa
Mereka mengajakku bermain
Sebagian bermain untuk bersenang senang dan sebagian untuk dikenang
Dan kemudian mereka pergi
Meninggalkan aku di tengah reruntuhan permainan
Tanpa tahu yang mana harus dikenang dan
Yang mana untuk sekedar bersenang senang
Meninggalkan aku dengan gema dari
Tawa yang bukan milikku
Lalu datanglah kau
Dengan caramu yang lucu
Tidak seperti orang lain
Dan kau membuatku menangis tersedu sedan
Dan tampaknya kau tidak peduli meski aku menangis
Kau bilang permainan sudah selesai
Dan menunggu
Sampai seluruh air mataku berubah menjadi
Kebahagiaan..
**
Aku Sheila, seorang gadis kecil dalam bukumu. Lahir pada musim panas di bulan Juli. Mempunyai ayah seorang pemabuk dan ibu dan adikku, Jimmie, yang meninggalkanku.
Mamaku meninggalkanku di jalan raya saat aku, dia, dan adikku akan pergi ke California. Entah aku melakukan kesalahan apa, aku sudah tidak ingat, yang aku ingat hanya mamaku yang membentakku dan mendorongku keluar. Yah, jujur saja aku tidak terlalu memikirkan itu. Kamu tahu-
Aku ingat anak lelaki itu, anak laki laki yang kubawa ke hutan. Aku sering memperhatikan dia di halaman rumahnya. Dia punya ayunan dan ibunya akan membawanya keluar dan mendorongnya di atas ayunan. Aku sering memperhatikannya. Dia punya mobil mobilan dari plastik dan ayahnya akan mendorongnya. Aku sering memperhatikannya. Dan kemudian… Dia berada di sana suatu hari dan sendirian. Dan aku bilang, “Kamu mau ikut?” dan dia benar benar ikut. Aku tidak berniat menyakitinya, sungguh. Tapi melihatnya, seperti melihat sosok adikku, dan aku membencinya. Aku mengikatnya di pohon dan membakarnya. Kurasa saat itu aku.. ingin membunuhnya.
Aku ingat, setelah itu kehidupanku tak ada yang beres. Aku dimasukkan ke kelasmu, dengan paksaan. Dan aku diam di sudut ruangan kelas itu. Kau menyebutnya, apa itu, ‘sudut diam’ ya. Yang pasti aku benci berada di sana. Itu membuatku lebih marah, Torey.
Insiden di hari itu, itu karena aku marah. Tidak ada yang kupikirkan, aku hanya ingin membuatmu untuk tidak memerintahku untuk menulis atau membaca atau bahkan duduk di sudut ruangan. Kamu pasti sangat ingat hari itu. Aku yakin tidak ada anak lain yang pernah kau temui yang seperti aku. Siapa yang mau mencongkeli mata ikan. Mata ikan secara harfiah tentunya.
Dan aku berlari, kau dan Anton mengejarku sampai di ujung lorong. Aku berhenti dan berdiri di sana, sangat lama. Kamu juga tetap diam, dengan jarak beberapa meter dariku. Lama sekali… sampai sampai, aku mengompol, aku sedikit kaget dan takut, kalau kalau kau akan mencambukku seperti yang papaku lakukan. Tapi nyatanya tidak. Aku ingat sekali. Kau mengendap, mendekatiku seinci demi seinci dan kau berkata, “tidak apa apa Sheila,” kata katamu tak begitu meyakinkan, kamu tahu? Tapi setidaknya itu membuatku lebih tenang.
Besoknya, besok, dan besoknya lagi, aku merasa kamu semakin dekat. Aku benci mengakuinya, tapi aku merasa, kau ibuku. Aku selalu bertanya tanya dalam hati, ‘apa dia mamaku?’ ‘mama pasti menyesal dan kembali padaku’ dan sebagainya. Aku bodoh, memang. Tapi itu salahmu, kau menyisir rambutku, kau memakainya pakaian bersih padaku, kau membacakan cerita untukku. Kamu ingat itu? Cerita pangeran kecil. Pangeran kecil dan rubah. Kau mendekatiku dengan cara yang sama persis dalam buku. Kau, menjinakkanku.
Buku itu selalu kubawa Torey, bahkan setelah aku pergi dari kelasmu. Bukan, bukan aku yang pergi. Kamu yang pergi. Kamu meninggalkan aku, seperti mamaku. Padahal kamu sudah menjinakkan aku, tapi kamu pergi.
Bertahun tahun aku sendirian. Papaku masuk penjara, kamu juga pasti tahu itu. Aku diadopsi. Ke sana, ke sini. Orang orang kebanyakan membuangku, kata mereka aku bukan anak yang baik, beberapa orang bilang aku goblok. Memang begitu, sih. Aku menjadi nakal. Sangat nakal. Aku merasa kamu mungkin akan kembali jika aku bertingkah seperti itu, tapi nyatanya tidak, jadi aku berhenti.
**
Aku sudah siap sekali untuk tidak bertemu denganmu lagi. Bahkan kurasa aku sudah lupa padamu. Tapi kamu malah datang, di hari minggu di musim semi enam tahun yang lalu, duduk di sofa robek di rumahku, mengobrol dengan papaku. Dalam hati aku berkata, “apa ini yang kulihat? Kenapa dia ada di sini” ada penyesalan, sungguh, tapi sepertinya sebagian hatiku juga senang kau di sana.
Kamu mengajakku membeli pizza. Menceritakan kehidupanmu dan menanyakan kehidupanku. Aku merasa senang kamu ternyata begitu sukses. Lalu kamu menceritakannya, murid murid di kelas kita dulu, yang bisa dibilang adalah teman temanku. Waktu itu aku benar benar tidak ingat. Siapa itu, Peter? Dan Guilermo? Dan William? Dan siapa? Yang katamu menderita skizofrenia? Ah sudah kubilang aku tak ingat. Yang kuingat hanya ada kau dan aku dan mainan tentara tentara kecil dari plastik di kelas itu, dan kau tahu Torey? Aku benar benar ingin membawanya pulang, itu.. mainan mainan.. Pasti akan sangat menyenangkan jika membawa mainan itu pulang dan menyusunnya di jendela kecil di rumahku, kalau saja papaku tidak seperti itu..
Setelah itu kamu mengajakku untuk mengikuti program musim panasmu, mengajar anak anak yang kau sukai, anak anak yang, luar biasa. Aku bertemu Jeff. Dan kalian semua merayakan ulang tahunku, pesta ulang tahunku yang pertama. Jeff memberiku sebuah buku, itu Shakespeare. Dia gila, buku itu seharusnya diberikan pada nenek nenek nyentrik dengan sepatu boot hitam besar, tapi entah kenapa aku suka sekali buku itu, tapi yang lebih kusukai adalah, Jeff. Sayang aku tak punya kesempatan bertemu dengannya lagi.
Aku begitu bahagia, walaupun aku sangat benci ketika kamu membandingkan aku saat itu dengan Sheila si gadis kecilmu. Padahal sudah kubilang berulang kali kalau aku sudah berubah. Banyak sekali. Dan seperti yang kamu tahu, ayahku masuk penjara lagi dan kali itu, aku yang meninggalkanmu. Maaf, aku tak bermaksud begitu.
**
Kita bertemu lagi, tiga tahun setelah itu. Saat itu dengan bodohnya aku mencari mamaku dengan memasang iklan di surat kabar dan aku tertipu. Aku kabur, menangis karena tidak dapat menemukan seorang pun yang bisa kupanggil ‘mama’, dan kamu, menjemputku. Kamu membelikan hamburger dari McDonald’s. Dan aku ingat kamu menyuruhku berhenti.
Aku ingat sebab aku memperhatikan perkataanmu. Kamu bilang aku harus menerima bahwa ibuku meninggalkan aku. Menerima bahwa mungkin itu memang harus terjadi dan bahwa itu bukan salahku. Kemudian, kamu bilang aku harus memaafkan dan mengikhlaskannya.
Aku sudah tak peduli lagi sekarang. Kau ibuku. Aku tahu itu. Kau yang meninggalkan aku, dan kau yang kembali padaku. Kau, ibuku..
**
Ibu tersayang,
keadaanku telah sangat membaik. Aku punya pekerjaan yang hebat dan punya apartemen sendiri serta seekor anjing bernama Mike. Maaf, aku tidak banyak memikirkanmu lagi. Sebenarnya aku ingin, tapi aku tidak punya waktu. Sayang sekali kau tidak pernah mengenalku. Kurasa kau akan menyukaiku. Kurasa kau akan bangga.[]
P