One Year

Dulu gadis itu sama indahnya dengan salju pertama yang turun di malam hari. Putih, bersinar, menghampiri wajah wajah murung di tepi jalan.

***

Aku pernah mengenal gadis di seberang rumah. Dia menyapaku pertama kali pada pagi hari di musim gugur yang dingin.

Saat itu aku tidak punya teman dan tidak tertarik dengan itu. Tapi senyuman hangatnya mengingatkanku pada seorang wanita paruh baya yang pernah kukenal dulu; walau sebenarnya gadis di seberang rumah tidak setua itu.

“Hai, aku Anna,” katanya.

Aku tidak ingat lagi apa jawabanku saat itu. Sepertinya, sih, ketus sekali karena sehabis itu dia sedikit memarahiku.

Entah kenapa, justru kami bisa dekat dengan mudah. Dengan aku yang punya ego tinggi, aku yang pemarah, aku yang tidak mau mengalah, dia tetap saja tahan dan tidak pernah meninggalkan aku. Setidaknya untuk satu tahun.

Perlu kalian ketahui, dia itu ramah bukan main. Aku selalu takjub karenanya. Pernah sekali ada seorang bapak tua yang menabraknya dan membuat bajunya kotor terkena kopi. Padahal saat itu kami sedang akan pergi ke sekolah. Yang paling membuatku kesal adalah; tidak ada penyesalan dari si bapak tua. Tapi yang dia lakukan malah; tersenyum, dan membiarkan kopi itu membekas sampai bajunya dicuci saat kami pulang dari sekolah.

Saat itu aku masih mengira kalau aku sudah mengenalnya dengan baik. Setiap hari kami lewati dengan baik dan bahagia. Walaupun beberapa kali aku merasa kesal padanya dan mengeluh padanya akan itu. Tapi pertengkaran pertengkaran kami tidak membuat kami menjauh satu sama lain.

Setidaknya untuk satu tahun, kan, kataku.

Pada suatu hari di musim gugur dua tahun yang lalu, rumahnya kosong melompong dan hanya menyisakan dedaunan kering yang menumpuk di teras rumah. Beberapa hari setelah rumahnya kosong, aku mendapat kabar bahwa dia telah meninggal.

Ternyata waktu satu tahun tidak membuatku mengenal dirinya. Dan fakta bahwa dia menyimpan penyakitnya sendiri justru menyakitkan hatiku.

Ini salahnya. Dia tidak pernah bilang apa apa.

Pemakamannya dilakukan satu hari setelah dia meninggal tapi aku tidak datang. Terlalu berat untukku. Aku pernah ke makamnya, hanya sekali. Tidak banyak bunga di sana, tidak ada malah. Jadi aku menyimpan satu. Setelah itu, aku tidak pernah ke sana lagi. Sekali lagi, terlalu berat untukku.

Aku sudah mencoba melupakan dirinya. Melupakan kebaikannya. Melupakan kalau dia pernah ada di dunia ini. Tapi kurasa itu jahat sekali, jadi tidak kulakukan lagi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *